Bahasa Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Bahasa Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Karena Dia Aku Begini (Cerpen)

Cerpen darah

Karena Dia Aku Begini

Dia datang menghancurkanku, dia telah merusak semangatku hingga aku tak berdaya. Dan dia juga yang terus menerus menggerogoti tubuhku hari demi hari, hingga tubuhku yang semula besar kini hanya seperti tengkorak yang hanya berbalut kulit. Selama bertahun-tahun aku menahan rasa sakit ini, begitu tersiksa dan sangat sakit rasanya. Aku ingin seperti teman-temanku yang lain. Tapi, itu tidak mungkin terjadi karena kanker yang kuderita menyebabkan aku kehilangan masa remajaku.

Tubuhku semula sehat kini semakin melemah. Dulunya aku bisa berjalan, kini aku hanya berbaring dan menggantungkan hidup pada orang lain. Aku telah berusaha untuk sembuh. Berbagai cara telah aku tempuh hingga habis puluhan juta, tapi hasilnya tetap seperti ini. Dia tetap tidak mau pergi dari tubuhku, malah semakin merayap dalam denyut jantung dan darahku. Dia tidak pernak berhenti menyebarkan spora jahatnya ke dalam tubuhku hingga menbuat benih-benih baru yang menyakitkan.

***
Pagi itu aku ingin keluar ke halaman rumagku untuk menghirup udara segar. Lalu dengan ikhlas ibuku bangun dari tidurnya untuk membantuku untuk sekadar bangun dari tempat berbaringku. Sesampainya di luar aku melihat teman-temanku berangkat ke sekolah mereka menyapaku dan aku balas dengan senyuman. Aku bosan dengan keadaan ini dan aku sempat berprasangka buruk pada Allah . Mengapa dia membuat aku begini/ ini sungguh tidak adil, hatiku menjerit agar Allah mengdengar apa yang kurasakan. Setelah aku mengeluarkan semua emosi di hatiku aku terdiam, dan aku mengucapkan astagfirullah aku tersadar itu salah. Apa yang telah aku ucapkan maafkan aku ya Allah karena aku telah meragukan kekuasaan-Mu. Setelah aku berpikir, mungkin ini adalah cobaan yang Allah berikan padaku sebagai amal yang bisa menolongku di akhirat nanti. Karena ku tahu sakit bisa menggugurkan dosa.

Setelah aku merasa puas di luar aku memanggil ibuku yang sedang sibuk di dapur. Sebenarnya aku malu pada ibuku kerena pekerjaan yang seharusnya menjadi tugasku kini semua ibuku myang mengerjakannya. Terkadang aku sering menangis melihat ibuku yang super repot. Ditambah lagi usia ibuku yang sudah tua terkadang penyakit ibuku kambuh. Aku ingin membantu dan menggantikan pekerjaan ibuku tapi tidak bisa jangankan untuk bekerja bahkan untuk berdiri sendiri pun aku tak mampu. Tapi walaupun ibuku terkadang dalam keadaan sakit, beliau tetap berusaha mengurusku dan menyiapkan sarapanku.

***

Ketika malam tiba sekitar pukul 20.00 wib, ibuku datang ke kamarku dan menanyaiku. "Kamu mau makan nak?" dan aku menjawab "Tidak Bu, aku belum lapar. Apakah ibu tidak lelah?" tanyaku dengan nada yang pelan. Ibuku menjawab "Lelah Kenapa nak?" Aku menjawab sambil melihat wajah ibu yang terlihat letih dengan pekerjaan rutinya setiap hari. "Lelah merawatku dari kecil hingga saat ini, Maafkan aku bu! Aku hanya bisa merepotkan ibu, membuat ibu susah, bahkan terkadang membuat ibu menangis gara-gara tingkahku, dan tak terasa air mataku mengalir."

"Ibu?" tanyaku sambil menahan air mata. Ibuku menjawab dengan penuh kelembutan, "Apa nak, ada yang sakit?" Aku menjawab Tidak bu, aku hanya ingin mengatakan kalau aku mati nanti ibu terus doakan aku ya!" Pintaku dengan penuh harap. Ibu terdiam, seakan tak bisa berbicara, air matanya menetes ia terhenyak seperti ditimpa benda yang sangat berat di pundaknya. Aku tahu ibu pasti khawatir tentang diriku. Entah sampai kapan nyawaku bisa bertahan, menahan sakit yang kurasakan. Apalagi kita sakitku kambuh. Secara perlahan ibu memelukku dengan penuh kasih sayang. "Kamu jangan ngomong serperti itu nak, kamu pasti sembuh seperti dulu lagi, percayalah nak!" karena Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar kemampunnya. Jangan pernah berhenti berharap dan berusaha satu lagii yang perlu kamu ingat, Allah itu menguji hamba-Nya karena Dia yakin dan percaya pada hamba-Nya tersebut pasti kuat untuk menjalani cobaan-Nya. Sudahlah nak, jang berpikir dan berbicara yang tidak-tidak nanti penyakit kamu tambah parah di tambah dengan beban pikiranmu. "Ia Bu, mafkan aku." "Ya sudah kamu tidur ya biar besok agak lebih segar. Akupun menuruti kata-kata ibuku, lalu ibuku keluar dari kamarku dan akupun langsung tidur.

Tak lama ibuku keluar dari kamarku, rasanya kepalaku terasa sakit, sepertinya penyakitku mulai kambuh, aku coba menahan rasa sakit ini tapi lama kelamaan rasanya semakin menjadi, serasa kepalaku dipukul dengan gidam besar yang memecahkan kepalaku. Akupun menjerit keswakitan. Ibuku langsung datang setelah mendengar teriakanku dan ibuku berkata "Kamu kenapa?" sambil menangis dan kebingungan. Ku tahu ibuku ingin membawaku ke rumah sakit namun ibuku sudah tidak punya uang lagi untuk hal tersebut ia hamya bisa mengangis dan menyabarkanku ketika sakitku kambuh. Ibuku hanya bisa menangis melihat kondisiku yang semakin parah, dengan suara lirih aku berkata "Ya Allah jika usiaku sampai di sini, aku ikhlas ya Allah. Aku sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini, tapi jika Engkau belum berkehendak memanggilku, maka hilangkanlah rasa sakit ini. Aku mohon ya Allah dengarlah rintihanku ini!" Sedikit demi sedikit rasa sakit di kepalaku mulai mereda.

Beberapa saat kemudian ibu bertanya "Bagaimana nak, sudah enakan?"
Aku menjawab "Ia bu"
"Syukurlah, ibu sangat cemas."
"Aku ngak apa-apa bu. Padahal aku sedang menahan sakit yang masih terasa di sekujur tubuhku. Aku rela menahan sakit setiap hari asalkan aku masih bisa melihat ibu setiap hari. Aku bersyukur kepada Allah karena masih diberikan umur panjang hingga saat ini, meskipun hidup bersama kanker ini. Tapi aku akan tetap tegar.

Ibu tersenyum melihat aku mempunyai semangat yang kuat. Ibuku berkata "Jangan pernah berhenti untuk berusaha dan berdoa pada Allah."
"Ia bu" jawabku. Terima kasih atas semua yang ibu berikan padaku. maafkan aku karena aku tidak bisa membalas semua kebaikan ibu, dan aku akan terus bersyukur pada Allah samapi akhir hayat nanti.
Bersambung...



Cerpen (sedikit dimodifikasi)
Karya : Misriani
Siswa Kelas : XII IPA 3
Sekolah : SMAN 1 Kubu Rohil

1 comments:

Keren cerpennya


EmoticonEmoticon